JAKARTA - Lama-lama, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bosan juga sakit jadi alasan tersangka untuk mangkir dari panggilan. Padahal, belum tentu surat sakit yang dilayangkan ke lembaga ad hoc itu benar-benar atas hasil diagnosis sebenarnya. Tidak mau terus dibohongi tersangka, kemarin, KPK teken kontrak dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).Nota kesepahaman atau MoU itu berisikan seputar profesionalisme dokter agar tidak mudah mengeluarkan izin sakit. Terutama, bagi nama-nama yang sedang berurusan dengan KPK. Meliputi tersangka, terdakwa, atau yang masih berstatus saksi. “Latar belakang masa lalu, ada yang pura-pura sakit atau pingsan,” kata Ketua KPK Abraham Samad.MoU yang ditandatangi KPK dan IDI kemarin sekaligus jadi peringatan bagi para dokter untuk tidak mengumbar surat sakit. Sebab, nanti IDI diperbolehkan memberikan second opinion terhadap kondisi kesehatan tersangka, terdakwa, maupun saksi. Diharapkan, potensi dilakukannya pembohongan atas dasar sakit bisa diminimalisir. “KPK sadar butuh keterangan dari ahli yang lebih objektif,” tambahnya. Apalagi, selama ini pihaknya masih menerima surat sakit yang dilakukan oleh dokter pribadi tersangka. Meski tidak tahu sakit itu betul atau tidak, KPK tidak berkutik saat surat izin sakit itu tiba di markas Jalan HR Rasuna Said.Kerjasama itu nanti bakal sangat menguntungkan KPK. Pasalnya, keputusan ikatan dokter bakal berlaku final dan mengikat. Artinya, second opinion dari dokter atau dokter spesialis IDI akan dijadikan dasar dalam bertindak. Kalau dokter pribadi menyebut sakit tapi IDI sebaliknya, bisa dipastikan KPK menggunakan saran dari IDI.Wakil Ketua KPK Zulkarnain optimistis kalau MoU ini bakal berjalan dengan baik dan memberikan efek positif dalam pengusutan kasus. Dia juga yakin betul kedepannya pihak beperkara bakal pikir-pikir ulang sebelum minta surat sakit. “Tidak akan ada lagi yang akal-akalan sakit kalau akan diperiksa KPK,” tandasnya.Berpikir ulang nantinya tidak hanya berlaku untuk pihak berperkara. Dokter yang masih suka dengan profesinya dan tidak mau dicabut izin praktiknya juga harus mengambil langkah serupa. Sebab, IDI memastikan bakal ada sanksi yang siap dijatuhkan pada dokter nakal.Ketua IDI, Prijo Sidipratomo memastikan kalau sanksi paling berat adalah mencabut rekomendasi praktik dokter. Di samping itu, dokter pribadi atau yang digunakan pihak berperkara tidak boleh beradu argumen atau mempermasalahkan putusan IDI. “Tidak dapat diganggu gugat. Keputusannya sudah final,” tegasnya. Prijo menambahkan, MoU tersebut harus dilakukan karena IDI juga ingin agar Indonesia bersih dari koruptor. Sumbangsih tersebut diyakininya bisa memberi dampak positif karena selama ini dia banyak tahu dipemberitaan kalau tersangka mudah mendapatkan izin sakit. Selain itu, MoU juga menjadi bagian dari tanggung jawab untuk membina dokter.(jppn-tim-one)
About the Author
Posted by PD
on 10:13 PM. Filed under
Politik
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response
By PD
on 10:13 PM. Filed under
Politik
.
Follow any responses to the RSS 2.0. Leave a response